Definisi TMD
Gangguan fungsi pada organ stomatognatik (TMJ dan otot-otot)
yang menimbulkan gejala rasa sakit pada otot pengunyahan, Temporomandibular
joint, geligi, dan jaringan periodonsium.
Kelainan pada sendi temporomandibuler bisa mengenai sendi
dan otot-otot yang berada di sekitarnya. Sebagian besar penyebab dari kelainan
sendi temporomandibuler adalah gabungan dari ketegangan otot dan kelainan
anatomis pada sendi, kadang disertai faktor psikis. Kelainan ini paling sering
terjadi pada wanita berusia 20-50 tahun.
Tanda-tanda dan gejala gangguan TMJ
• Sakit atau gangguan yang terasa di rahang
• Rasa sakit di sekitar telinga
• Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika
menelan
• Rasa sakit di sekitar wajah
• Suara clicking atau perasaan tidak mulus ketika mengunyah
atau membuka mulut anda.
• Rahang terkunci, sehingga mulut sulit dibuka atau ditutup.
• Sakit kepala
• Gigitan yang tidak pas
• Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada
sebagian gigi yang mengalami kontak prematur (lebih awal dari yang lain)
Faktor penyebab TMD
Penyebab dari TMD tidak jelas, TMD biasanya melibatkan lebih
dari satu gejala dan sangat jarang terjadi karena satu penyebab. TMD disebabkan
karena beberapa faktor berjalan bersama, termasuk trauma pada rahang dan
penyakit sendi (arthritis).
Gerinda gigi, kebiasaan bruksisme, dan ketegangan otot pada
kepala atau leher telah dibuktikan belum tentu merupakan penyebab TMD, tapi hal
itu semua dapat memperparah atau memperpanjang gejala TMD. Kebiasaan bruksisme
dan ketegangan otot pada kepala atau leher seringkali harus dikontrol untuk
mengurangi dan penanganan gejala TMD.
Orang-orang dengan TMD harus mengetahui bahwa kelainan TMD
bersifat kronis. Banyak faktor seperti stres, kesehatan secara psikologi, dan
stabilitas emosional dapat berpengaruh pada seberapa parah atau seberapa
panjang gejala TMD pada seseorang akan bertahan. Karena tidak ada perawatan
instan yang dapat menangani gejala TMD ini, penanganan yang paling sukses untuk
perawatan TMD adalah penanganan diri sendiri dan mengkontrol faktor-faktor yang
dapat memperparah kelainan TMD ini.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan TMD
1. Trauma
Trauma secara langsung pada rahang telah terbukti
berhubungan onset dari gejala TMD. Trauma secara langsung pada rahang dapat
terjadi dari pukulan pada rahang, hiperextension atau overstretching pada
rahang, dan pada beberapa kasus kompresi pada rahang. Lamanya atau kekuatan
yang berlebihan pada prosedur perawatan gigi, intubasi untuk anastesi umum, dan
prosedur bedah untuk mulut, kerongkongan, esofagus, dan perut dapat menjadi
faktor trauma pada TMJ.
2. Kebiasaan buruk
Kebiasaan seperti gerinda gigi, bruksisme, menggigit bibir,
menggigit kuku, mengunyah permen karet, dan postur yang abnormal dari rahang
adalah sangat umum dan tidak terbukti sebagai penyebab TMD, tapi berhubungan
dengan TMD dan mungkin dapat membuat gejala TMD bertambah parah dan kronis.
3. Oklusi
Oklusi gigi merupakan kestabilan gigi-gigi dalam gigitannya.
Para ahli percaya bahwa maloklusi dapat menyebabkan TMD, tapi penelitian
akhir-akhir ini tidak mendukung teori tersebut. Penelitian telah menunjukkan
bahwa kebanyakan pasien dengan TMD mempunyai oklusi yang normal dan mayoritas
orang-orang dengan maloklusi tidak mengalami kelainan TMD. Maloklusi seringkali
merupakan faktor kontribusi yang dapat memperparah TMD tapi tidak pernah
menjadi faktor utama penyebab kelaianan TMD.
4. Psikologikal
Banyak pasien dengan TMD mengatakan bahwa gejala TMD timbul
atau bertambah parah ketika mereka mengalami depresi, ansietas, dan peningkatan
stres emosional. Penelitian menunjukkan bahwa banyak pasien dengan TMD
meningkat gejalanya ketika mengalami depresi, ansietas, dan peningkatan stres
emosional. Kebanyakan pasien akan mengalami peningkatan kebiasaan gerinda gigi
dan bruksisme ketika mereka mengalami depresi, ansietas, dan peningkatan stres
emosional.
5. Penyakit TMJ
Beberapa tipe artritis akan terjadi pada TMJ seperti pada
sendi yang lain. Osteoartritis sangat umum terjadi pada usia lanjut. Penyakit-
penyakit seperti panyakit parkinson, myasthenia gravis, stroke, amyotropic
lateral sclerosis (Lou Gehrig’s disease) akan menyebabkan pergerakan rahang
yang tidak terkontrol. Penyakit seperti tetanus (lock jaw) akan menyebabkan
kontraksi rahang dan otot yang tidak terkontrol.
6. Lain-lain
Penggunaan obat dan medikasi preskripsi tertentu dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat dan otot yang dapat mempengaruhi TMD.
Tipe TMD
1. Myogenous TMD (berhubungan dengan otot)
Biasanya pada kerja otot yang berlebihan, fatik, atau
tekanan pada rahang dan otot yang mendukung. Tipe ini meyebabkan sakit pada
rahang, sakit kepala dan atau sakit di belakang leher.
2. Arthrogenous TMD
(berhubungan dengan sendi)
Biasanya disebabkan karena keradangan, penyakit, atau
degenerasi jaringan lunak atau keras yang berkaitan dengan TMJ. Keradangan,
dislokasi diskus, dan artritis degeneratif merupakan kelainan artrogenus yang
paling sering.
Kelainan dan Penyakit TMJ
a) Artritis
Artritis bisa terjadi pada sendi temporomandibuler seperti
halnya sendi lainnya.
Osteoartritis (penyakit sendi degeneratif), merupakan
sejenis artritis dimana kartilago sendi mengalami pengeroposan, hal ini lebih
sering terjadi pada orang tua. Kartilago
pada sendi temporomandibuler tidak sekuat kartilago pada sendi lainnya. Osteoartritis terutama terjadi jika cakramnya
hilang atau telah membentuk lubang, sehingga penderita merasakan sendinya
berderik pada saat membuka atau menutup mulutnya.
Pada osteoartritis yang berat, ujung tulang rahang akan
menjadi rata, dan penderita tidak dapat membuka mulutnya lebar-lebar. Rahang juga bisa bergeser ke sisi yang sakit,
dan penderita tidak mampu untuk memindahkannya kembali. Tanpa pengobatan hampir seluruh gejala akan
membaik setelah beberapa tahun, mungkin karena jaringan di belakang cakram
membentuk jaringan parut dan berfungsi seperti cakram yang asli.
Artritis rematoid hanya terjadi sebanyak 17% pada penderita
yang mengalami artritis pada sendi temporomandibuler. Jika artritis rematoid sangat berat (terutama
pada orang muda), ujung tulang rahang bisa mengalami pengeroposan dan
memendek. Kerusakan ini bisa
menyebabkan maloklusi (salah temu antara gigi atas dan gigi bawah) secara
tiba-tiba. Jika kerusakannya parah,
tulang rahang pada akhirnya akan melebur dengan tulang tengkorak (ankilosis),
sehingga sangat membatasi kemampuan membuka mulut.
Artritis pada sendi temporomandibular juga bisa terjadi
akibat cedera, terutama cedera yang menyebabkan perdarahan ke dalam sendi. Cedera seperti ini biasanya terjadi pada
anak-anak yang tertabrak pada sisi dagunya.
Penderita osteoartritis pada sendi temporomandibuler harus
mengistirahatkan sendi tersebut selama mungkin, menggunakan bidai atau alat
lain untuk mengendalikan ketegangan ototnya, dan minum pereda nyeri untuk
mengurangi nyerinya.
Rasa nyeri akan menghilang dalam waktu 6 bulan dengan atau
tanpa pengobatan.
Biasanya, pergerakan rahang cukup memadai untuk aktivitas
normal, walaupun rahang tidak dapat dibuka lebar seperti sebelumnya. Artritis rematoid pada sendi
temporomandibular diobati dengan obat-obatan yang digunakan untuk artritis
rematoid pada sendi yang lain.
Pengobatannya terdiri dari obat pereda nyeri, kortikosteroid, metotreksat
dan senyawa emas. Mempertahankan
pergerakan sendi dan mencegah ankilosis sangat penting. Biasanya, cara terbaik untuk mencapai tujuan
ini adalah dengan melakukan atihan dibawah pengawasan seorang terapis.
Untuk mengurangi gejala (terutama ketegangan otot),
penderita menggunakan sebuah bidai pada malam hari yang tidak membatasi
pergerekan rahang. Pada ankilosis, mungkin diperlukan pembedahan dan penggunaan
sendi buatan untuk mengembalikan pergerakan rahang (jarang terjadi).
b) Ankilosis
Ankilosis adalah
hilangnya pergerakan sendi, sebagai akibat dari peleburan tulang di dalam sendi
atau pengapuran ligamen di sekitar sendi.
Pengapuran ligamen di sekitar sendi tidak menimbulkan nyeri, tetapi
mulut hanya dapat membuka selebar 2,5 cm atau kurang. Peleburan dari tulang-tulang di dalam sendi
menyebabkan nyeri dan gerakan sendi menjadi amat sangat terbatas. Kadang-kadang latihan peregangan dapat
menolong penderita yang mengalami pengapuran, tetapi biasanya pengapuran atau
peleburan tulang memerlukan tindakan pembedahan untuk mengembalikan pergerakan
rahang.
c) Hipermobilitas
Hipermobilitas (melonggarnya rahang) terjadi jika ligamen
yang menahan sendi menjadi teregang.
Pada hipermobilitas, rahang bergeser seluruhnya ke depat, keluar dari
tempatnya (dislokasi), menyebabkan nyeri dan tidak dapat menutup mulut. Hal ini bisa terjadi secara
berulang-ulang. Untuk mencegah
terjadinya hal ini, jangan membuka mulut terlalu lebar, sehingga ligamen tidak
terlalu teregang. Karena itu hendaknya
menahan menguap dan menghindari roti lapis yang tebal dan makanan lainnya yang
memerlukan mulut terbuka lebar. Jika
sering terjadi dislokasi, mungkin diperlukan pembedahan untuk mengembalikan
posisi normal atau untuk memperpendek ligamen dan mempererat sendi.
d) Kelainan Pembentukan
Cacat bawaan pada sendi temporomandibuler jarang
terjadi. Kadang ujung tulang rahang
tidak terbentuk atau lebih kecil daripada normal; atau tumbuh lecih cepat atau
lebih lama daripada normal. Kelainan tersebut bisa menyebabkan kelainan bentuk
wajah dan maloklusi (salah letak gigi atas dan gigi bawah). Keadaan ini hanya
bisa diatasi dengan pembedahan.
e) Nyeri Otot
Nyeri otot di sekitar rahang terutama disebabkan oleh
penggunaan otot yang berlebihan, yang seringkali bersumber dari stres psikis
yang menyebabkan penderita mengatupkan atau mengertakan giginya (bruksisme).
Pada umumnya orang dapat meletakkan ujung jari telunjuk,
jari tengah dan jari manisnya secara vertikal pada ruang antara diantara bagian
atas dan bawah gigi depan tanpa tekanan. Tetapi jika terdapat kelainan
otot-otot di sekitar sendi temporomandibuler, ruang tersebut biasanya menjadi
lebih kecil.
Biasanya timbul rasa nyeri yang sangat ringan pada sendi.
Tetapi penderita lebih sering merasakan nyeri pada kedua sisi wajah selama
terjaga atau sepanjang hari, setelah saat-saat yang menegangkan. Nyeri ini
merupakan akibat kejang otot yang disebabkan oleh pengatupan otot dan
pengertakan gigi yang berulang-ulang.
Orang-orang yang menyadari bahwa mereka melakukan gerakan
mengatupkan atau mengertakan giginya dapat menghentikan kebiasaan ini. Biasanya
pengobatan utama adalah pembidaian. Pembidaian mengurangi pengatupan dan
pengertakan, sehingga otot-otot rahang dapat beristirahat dan sembuh kembali.
Pembidaian juga dapat merncegah kerusakan gigi karena
penekanan yang luar biasa ketika penderita mengatupkan atau mengertakan
giginya.
Terapi fisik yang dilakukan bisa berupa :
• Pengobatan ultrasonik.
Merupakan suatu metode dimana diberikan panas kepada daerah
yang nyeri.
Jika dihangatkan dengan ultrasonik, pembuluh darah akan
melebar dan darah bisa lebih cepat mengangkut asam laktat yang terkumpul, yang
menyebabkan timbulnya nyeri otot.
• Electromyographic biofeedback.
Teknik ini memantau aktivitas otot dengan sebuah
meteran. Penderita berusahan untuk
mengendurkan seluruh tubuh atau otot tertentu sambil melihat ke meteran.
Dengan cara ini, penderita belajar untuk mengendalikan atau
mengendurkan otot tertentu.
• Obat semprot dan latihan peregangan.
Menyemprotkan pendingin kulit pada pipi dan pelipis dapat
meregangkan otot-otot rahang.
• Pemijatan gesekan.
Handuk yang kasar digesekkan diatas pipi dan pelipis untuk
meningkatkan peredaran darah dan mempercepat pengangkutan asam laktat.
• Perangsangan saraf elektrik transkutaneus.
Digunakan sebuah alat yang merangsang serat-serat saraf yang
tidak menyalurkan nyeri. Impuls (rangsangan hantaran saraf) yang terjadi diduga
akan menghalangi impuls nyeri yang dirasakan oleh penderita.
• Mengatasi stres seringkali membawa perubahan yang drastis.
• Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan bisa berupa obat yang melenturkan
otot, untuk menghilangkan sesak dan nyeri. Tetapi pemberian obat tidak bersifat
menyembuhkan, dan tidak dianjurkan pada orang lanjut usia dan hanya diberikan
dalam waktu yang singkat (biasanya 1 bulan atau kurang). Obat pereda nyeri (misalnya anti peradangan
non-steroid, contohnya aspirin) juga bisa mengurangi nyeri. Obat tidur kadang
diberikan untuk membantu penderita yang mengalami kesulitan tidur karena nyeri
yang timbul.
f) Gangguan Internal
Pada gangguan internal (internal dearangement), cakram di
dalam sendi terletak lebih depan dari posisi normalnya. Pada gangguan internal
tanpa reduksi, cakram tidak pernah bisa masuk kembali ke dalam posisi
normalnya, dan pergerakan rahang menjadi terbatas. Pada gangguan internal yang disertai reduksi
(lebih sering terjadi), cakram terletak lebih depan dari posisi normalnya hanya
jika mulut dalam keadaan tertutup. Jika mulut terbuka dan rahang bergeser ke
depan, cakram akan masuk kembali ke dalam posisi normalnya, dan terdengar bunyi
'klik'. Jika mulut tertutup, cakram akan
terdorong ke depan lagi, dan akan terdengar lagi bunyi 'klik'.
Satu-satunya gejala dari gangguan internal adalah bunyi
'klik' dalam sendi yang timbul jika mulut terbuka lebar atau rahang bergeser
dari kiri ke kanan atau sebaliknya.
Sebanyak 20% penderita tidak menimbulkan gejala lainnya,
selain bunyi tersebut.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan pada saat
penderita secara perlahan membuka dan menutup mulutnya. Jika penderita
merasakan nyeri atau sulit menggerakkan rahangnya, maka diperlukan pengobatan.
Jika segera setelah timbulnya gejala penderita mencari pengobatan, dokter gigi
masih mampu mendorong cakram kembali ke posisi normalnya. Tetapi jika keadaan ini telah berlangsung
kurang dari 3 bulan, digunakan bisai untuk menjaga agar rahang bawah tetap
mengarah ke depan.
Pembidaian akan mempertahankan cakram dalam posisinya,
sehingga ligamen penyangganya semakin erat. Setelah 2-4 bulan, bidai akan
disesuaikan agar dapat mengenbalikan rahang kembali ke posisi normalnya, dengan
harapan bahwa cakram akan tetap tinggal di tempatnya. Penderita diminta untuk
menghindari membuka mulutnya terlalu lebar.
Penderita harus menahan bila menguap, memotong-motong makanan menjadi
potongan kecil-kecil, dan makan makanan yang mudah dikunyah. Bila keadaan ini tidak dapat diatasi dengan
cara-cara non-bedah, bisa dilakukan pembedahan untuk membali membentuk cakram
dan menempelkannya kembali ke tempatnya. Tetapi pembedahan jarang
dilakukan. Penderita seringkali juga
merasakan nyeri otot; setelah nyeri otot diobati, gejala lainnya biasanya akan
menghilang juga. Lebih mudah mengatasi
nyeri otot daripada mengobati gangguan internal.
g) Dislokasi
TMJ dapat mengalami dislokasi antrior pada saat pembukaan
mulut. Hal ini dapat disebabkan oleh pembukaan mulut yang terlalu besar (misal
karena menguap atau tertawa yang terlalu lebar) atau akibat tindakan pencabutan
gigi. Keadaan ini harus segera diatasi, sebab apabila dibiarkan dapat
menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosa yang adhesif.
Gejala kliniknya berupa dagu lebih kedepan bawah, sakit dan
sukar membuka mulut, sulit berbicara, salivasi, gigitan terbuka, dislokasi
unilateral, deviasi mandibula kearah normal.
h) Trismus
Adalah keadaan dimana terjadi pembatasan dari pergerakan TMJ
yang bersifat temporer. Merupakan gejala dan dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu yang berasal dari
penyakit peradangan akut yang terasa sendi atau jaringan di sekitarnya misalnya
perikoronitis akut dan mumps.. Diagnosa ditentukan dengan berdasar pada
tanda-tanda penyakit yang berhubungan dengannya. Kelompok kedua dari gangguan
tersebut disebabkan oleh benturan langsung (trauma) atau peradangan dari otot
pengunyahan dan kelompok ketiga, dimana trismus tidak selalu terjadi, berasal
dari gangguan sistem saraf sentral.
i) Degenerasi
Degenerasi kartilago artikuler disebabkan oleh gangguan
keseimbangan fisiologi antara stress mekanis dan kemampuan jaringan sendi untuk
bertahan terhadap stress tersebut. Pada stres mekanis, kartilago artikuler
sangat resisten terhadap proses pengausan dalam kondisi gerakan yang
berkali-kali, kendati beban benturan yang berulang akan menyebabkan kegagalan
sendi pada tingkat kartilago. Ketika sendi mengalami stress mekanis yang
berulang, elastisitas kapsula sendi, kartilago artikuler dan ligamentum akan
berkurang. Lempeng artikuler akan menipis dan kemampuannya untuk menyerap
kejutan menurun, terjadi penyempitan rongga sendi dan gangguan
stabilitas.ketika lempeng artikuler lenyap, osteofit (tulang taji) akan
terbentuk di bagian tepi permukaan sendi dan kapsula serta membrane synovial
menebal. Kartilago sendi mengalami degenerasi serta atrofi, tulang mengeras dan
mengalami hipertrofi pada permukaan sendinya dan ligament akan mengalami
kalsifikasi. Akibatnya terbentuk efusi sendi yang steril dan sinovitis
sekunder. Selain stress mekanis, perubahan pelumas dan imobilitas juga
mempengaruhi degenerasi.
Gejala klinis umumnya berupa rasa sakit berupa rasa sakit
pada pergerakan sendi, krepitasi, keterbatasan gerak dan penyimpangan pola
gerakan sendi. Secara radiologis, degenerasi sendi ditandai dengan penyempitan
ruang artikularis, melandainya kontur permukaan sendi, aposissi jaringan
tulang, pembentukan abnormal tepian tulang, erosi permukaan kondilus dan
pembentukan tulang sklerotik dibawah kartilago sendi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya degenerasi :
• Faktor biomekanik
Perubahan besar dari pola tekanan yang dialami TMJ melewati
ambang batas tahanan sendi dan berlangsungdalam jangka waktu yang lama maka TMJ
akan dapat mengalami degenerasi.
• Peradangan menahun
Menyebabkan perubahan jaringan yang menetap sehingga terjadi
perubahan struktur jaringan sendi, seperti terbentuknya jaringan parut.
• Gangguan nutrisi
Berkurangnya nutrisi dapat menyebabkan perubahan bahkan
kematian jaringan.
j) Gangguan perkembangan
• Aplasia kondilus
Kelainan dimana kondilus mandibula tidak berkembang dengan
sempurna, biasa unilateral ataupun bilateral. Kemungkinan akibat trauma pada
saat perkembangan, bisa juga dikarenakan oleh infeksi.
• Aplasia diskus artikularis
Kelainan perkembangan yang melibatkan bentuk, ukuran dan
konsistensi dari diskus artikularis tidak sempurna disebabkan oleh terjadi
kegagalan pembentukan serat kolagen yang merupakan struktur dasar dari diskus.
k) Neoplasma
Neoplasma pada TMJ dapat mengenai kondilus atau jaringan
penyangganya. Neoplasma yang mengenai TMJ jarang ditemukan, dan biasanya
bersifat jinak. Lesi yang paling sering ditemukan adalah osteokondroma dan
osteoma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar